Pengganti Pohon Akasia Sebagai Bahan Baku Utama Pembuatan Kertas di Indonesia

Pohon merupakan sumber bahan baku utama untuk produksi kertas. Beberapa jenis pohon yang sering digunakan dalam proses pembuatan kertas adalah pohon pinus, pohon eukaliptus, pohon birch, pohon buatan, pohon kapur, pohon spruce, pohon akasia, pohon cemara, pohon kapuk, pohon abaka, pohon bambu, dan pohon kayu. Pohon-pohon ini memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda yang memungkinkan untuk menghasilkan jenis kertas yang berbeda-beda. Pohon-pohon ini juga dapat digunakan untuk membuat kertas dengan berbagai ukuran dan ketebalan. Di samping itu, pohon-pohon tersebut juga memiliki karakteristik dan sifat-sifat yang berbeda-beda yang dapat membantu membuat kertas dengan kualitas dan kekuatan yang lebih baik.

Umumnya di negara luar banyak menggunakan Pohon Cemara, Cemara dan Janga sebagai sumber utama yang menghasilkan kertas. Mereka dapat ditemukan di hampir semua wilayah, baik di Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Afrika. Pohon-pohon ini digunakan oleh berbagai produsen kertas untuk membuat berbagai jenis kertas, termasuk kertas kertas karangan, kertas amplop, kertas fotokopi, kertas cetak, kertas kado, dan lain-lain. Pohon-pohon ini juga digunakan untuk membuat produk-produk lain seperti kardus, papan, dan kertas bungkus. Pohon-pohon ini menghasilkan banyak jenis kertas yang berbeda, termasuk kualitas, warna, tekstur, dan bentuk yang berbeda. Ini membuatnya sangat berguna bagi para produsen kertas untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

 

Sedangkan di Indonesia sendiri lebih sering menggunakan pohon akasia sebagai sumber utama penghasil kertas. Pohon akasia memiliki kulit daun yang kuat dan kadar serat yang tinggi, membuatnya menjadi bahan baku yang ideal untuk menghasilkan kertas. Pohon akasia banyak ditanam di Asia dan Afrika, dan telah lama digunakan untuk memproduksi kertas. Kertas yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik dan dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Selain itu, proses produksinya juga lebih ramah lingkungan karena tidak memerlukan banyak bahan kimia. Pohon akasia juga tidak memerlukan banyak pupuk atau pestisida untuk tumbuh dan berkembang biak. Dengan begitu, pohon akasia menjadi pilihan yang sempurna bagi para petani untuk menghasilkan kertas yang berkualitas.

 

Namun, pohon akasia menghasilkan jumlah karbon yang tinggi yang dapat memicu pemanasan global. Oleh karena itu, diperlukan pohon pengganti pohon akasia sebagai penghasil kertas. Pohon akasia juga rawan terhadap serangan hama dan penyakit, Beberapa penyakit yang sering menyerang akasia dan mengurangi kualitasnya adalah penyakit hati, akar busuk, dan kanker batang disebabkan umumnya oleh jamur. Akibatnya, produk akhir pengelolaan hutan tanaman industri menjadi rusak.

 

Pohon pengganti pohon akasia yang sering digunakan adalah pohon pinus. Pohon pinus memiliki struktur lebih kuat dan mampu menghasilkan lebih banyak kertas daripada pohon akasia. Pohon pinus juga menghasilkan jumlah karbon yang lebih rendah daripada pohon akasia, yang membuatnya lebih ramah lingkungan. Selain pohon pinus, pohon lain seperti pohon eukaliptus juga dapat digunakan sebagai pengganti pohon akasia untuk menghasilkan kertas. Pohon eukaliptus memiliki sifat anti-jamur yang membuatnya lebih awet daripada pohon akasia. Pohon ini juga menghasilkan jumlah karbon yang lebih rendah, sehingga lebih ramah lingkungan.

 

Selain pohon kedua tadi, saat ini Indonesia juga memiliki beberapa pohon pengganti akasia diantaranya gerunggang, binuang, dan jelutung Alternatif bahan dari jenis kayu di industri kertas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan keberlanjutan sektor ini di Tanah Air. Indonesia patut berbangga, sebab bisa menghasilkan bubur kertas sendiri, bahkan sudah bisa diekspor. Tapi jenis kayu alternatif di atas masih terdapat di hutan alam sehingga belum bisa digunakan untuk bahan bubuk kayu. Industri juga terjebak regulasi di KLHK, dimana ada peraturan menteri yang melarang pemungutan hasil hutan di hutan alam yang ditujukan untuk mengantisipasi penebangan hutan besar-besaran dan pencurian kayu. tentunya saat ini peraturan tersebut bisa dievaluasi kembali sehingga budidaya dan penggunaan jenis kayu ini bisa dilakukan masyarakat dan pelaku usaha.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *